RSS

ENAM KIAT PRESIDEN SBY UNTUK PENGURANGAN RISIKO BENCANA


Berita BNPB - Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, menerima Global Champion untuk Pengurangan Risiko Bencana (Global Champion for Disaster Risk Reduction) pada bulan November 2011 oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki-moon. Penghargaan ini merupakan wujud apresiasi dunia atas usaha bersama bangsa Indonesia menekan risiko dampak bencana.
Ban Ki Moon menyampaikan bahwa pemberian penghargaan tersebut diharapkan dapat menjadi pendorong bagi masyarakat internasional untuk mencontoh keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kesadaran pentingnya pengurangan risiko bencana, serta menerapkannya dalam kebijakan nasional yang efektif.
Presiden SBY menguraikan secara gamblang kiat-kiat Pemerintah Indonesia mengupayakan pengurangan risiko bencana (PRB) dalam pembukaan Konferensi Tingkat Menteri se-Asia untuk Pengurangan Risiko Bencana Ke-5 atau Fifth Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction – AMCDRR Ke-5) pada tanggal 23 Oktober 2012 di gedung Jogja Expo Center (JEC), Yogyakarta. Dalam pidato kuncinya Presiden SBY memaparkan enam (6) buah kiat untuk melaksanakan PRB sehingga bangsa Indonesia mendapatkan penghargaan tingkat internasional tersebut.
Presiden SBY menyampaikan, “Bersama dengan banyaknya bencana alam yang menimpa banyak negara, pengurangan risiko bencana (PRB) menjadi semakin penting. Saya mengikut-sertakan kepentingan yang besar dalam upaya-upaya meningkatkan kapasitas PRB untuk meminimalisir kerentanan dan risiko bencana. Dalam kasus Indonesia, ini juga sangat penting untuk membantu memastikan keberlanjutan upaya-upaya pengembangan.”
Menurut Presiden SBY sebagai titik referensi utama dalam pelaksanaan agenda PRB adalah Kerangka-kerja Aksi Hyogo 2005 – 2015. Lewat implementasi kerangka kerja tersebut Indonesia telah mengambil beberapa langkah-langkah untuk mempromosikan PRB, yaitu membuat PRB sebagai prioritas nasional dari strategi penanggulangan bencana, dan mengikutsertakan dalam strategi ini skema-skema untuk miningkatkan ketangguhan dan kemitraan di tingkat nasional, regional, dan global.
Indonesia berada di wilayah yang sangat rentan bencana, oleh karena itu sangat penting ke upaya-upaya dalam merealisasikan visi: “Ketangguhan Bangsa dalam Menghadapi Bencana”. Bahkan menurut Laporan Kebencanaan Dunia 2012, lebih dari seratus wilayah di Asia rentan akan bencana alam. Ketika bencana alam menghantam, penduduk lokal yang pertama dan paling menderita. Pemerintah daerah yang pertama harus turun-tangan menghadapi masalah-masalah yang timbul akibat bencana. Benarlah bahwa sebelum pemerintah pusat dapat  mengulurkan bantuan, pemerintah daerah yang harus menanggapi terlebih dahulu. Maka dari itu, penting untuk memperkuat kapasitas PRB mereka.
Enam kiat bagaimana memperkuat kapasitas lokal dalam PRB dipaparkan oleh Presiden SBY berikut ini.
PERTAMA, ketangguhan lokal dapat diperoleh melalui pengembangan desa tangguh.
Di pedesaanlah yang mengalami bencana alam paling dahsyat. Gempa-bumi, tsunami, tanah-longsor, erupsi gunung-berapi, dan banjir sering merusak daerah-daerah pedalaman.
Dalam konteks kepulauan seperti Indonesia, bencana alam mempengaruhi pedesaan di pesisir dan pedalaman. Inisiatif-inisiatif PRB disesuaikan dengan karakteristik desa-desa yang khas seperti Kampung Siaga (Prepared Villages) untuk daerah pedalaman dan Desa Pesisir Tangguh (Resilient Coastal Villages) untuk daerah pesisir.
Desa-desa tangguh ini adalah obyektif dari pembentukan PRB berbasis komunitas di tingkat lokal. Pedesaan ini bisa menjadi bagian dari jaringan yang lebih luas untuk implementasi dari rencana dan strategi PRB.
Menurut Presiden SBY, pedesaan ini juga dapat berfungsi sebagai dasar untuk pengembangan manajemen risiko bencana di tingkat lokal. Agar ini dapat dilaksanakan, pemerintahan harus bisa fleksibel dalam pengambilan keputusan dan pemberdayaan masyarakat. Aktor-aktor juga harus diikut-sertakan dan nilai-nilai budaya lokal juga harus ikut dipertimbangkan.
Hal-hal tersebut membawa Presiden SBY ke hal yang KEDUA, yaitu partisipasi dari beragam pemangku kepentingan adalah penting untuk kapasitas daerah untuk PRB.
PRB adalah kewajiban kolektif dari para pemerintahan dan masyarakat, baik di tingkat nasional maupun daerah. Oleh karena itu, Indonesia telah memberi dorongan untuk berpartisipasi dalam penguatan kapasitas lokal. Para pemangku kepentingan termasuk kelompok masyarat sipil, para cendikiawan, profesional, anggota parlemen, pemuka agama, termasuk komunitas bisnis.
Presiden SBY juga menambah kepentingan tertentu untuk kemitraan antara pemangku-kepentingan. Oleh karena itu, dalam kesempatan Forum Ekonomi Dunia di KTT Asia Timur 2011, diluncurkanlah Disaster Resource Partnership (DRP) National Network for Indonesia. Dan pada tanggal 27 Januari 2012, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan konstruksi dan bangunan, membentuk Jaringan Kemitraan Penanggulangan Bencana.
KETIGA, kapasitas manusia dan teknis di tingkat daerah harus dikembangkan.
Kapasitas manusia termasuk pengetahuan, pengalaman, dan kebijakan. Sangatlah penting bahwa komunitas lokal sadar pada potensi bahaya yang diakibatkan oleh bencana alam ke daerah-daerahnya. Keberanian untuk mengapresiasi pentingnya dalam memiliki kesiapan dalam menghadapi bencana alam adalah penting. Kita perlu memperkuat pengetahuan setempat yang terbukti efektif di masa lalu untuk mengantisipasi bencana alam dan memitigasi dampak.
Komunitas daerah pada umumnya memiliki beberapa metode untuk menanggulangi bencana. Metode-metode tersebut dapat dibuat lebih efektif bila kita mengikut-sertakan cara-cara baru dan praktek-praktek terbaik dalam penanggulangan bencana. Kita dapat menggabungkan metode-metode di daerah dengan keahlian teknis yang lebih maju untuk membuat komunitas daerah lebih tangguh.
Dalam sudut pandang ini, pemerintah Indonesia memberi perhatian yang besar dalam memperkokoh kapasitas keorganisasian dan teknis di komunitas dan pemberdayaan masyarakat. Kami mengejar obyektif ini melalui diseminasi pengetahuan dan pendalaman keahlian.
KEEMPAT, keuangan adalah penting dalam mencapai kapasitas daerah untuk PRB.
Menurut Presiden SBY, komunitas lokal harus memiliki keuangan yang mencukupi untuk mendukung kapasitas ketangguhan bencana. Salah satu cara untuk mendapatkan bantuan keuangan adalah melalui kemitraan sektor umum dengan swasta dalam mempromosikan penanaman modal di infrastruktur lokal sosial dan fisik. Pemerintah lokal juga dapat membangun anggaran belanja cadangan sebagai alat keberlanjutan cadangan.
Sumber-sumber potensi untuk pendanaan adalah organisasi dermawan. Dunia ini tidak pernah terhitung dengan orang-orang yang tertarik dalam pengurangan beban dari korban-korban bencana alam. Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila kita mengundang mereka untuk mendukung pendanaan PRB.
KELIMA, harus ada perpaduan antara kapasitas nasional dan lokal. Rencana aksi nasional harus memperkuat rencana aksi lokal. Ini harus membantu aktor lokal mengembangkan program-program daerah PRB.
Perpaduan ini penting karena, menurut pandangan Presiden SBY, ketangguhan di tingkat nasional dan daerah bersama-sama memperkuat.
Presiden SBY mengutip satu bahan dokumentasi dari konferensi ini, dengan mengatakan: bagaikan pohon dan akarnya, tingkat nasional adalah akarnya. Tingkat komunitas adalah daun-daunnya. Dan cabangnya menggambarkan tingkat administrasi yang menghubungkan semuanya.
Dan KEENAM, Presiden SBY yakin bahwa penting untuk mengintegrasi PRB skala-kecil dan inisiatif adaptasi perubahan iklim (climate change adaptation—CCA) ke dalam proses pengembangan daerah. Penting juga untuk mengintegrasikan PRB lokal dan inisiatif CCA kedalam perencanaan pengembangan nasional.
Untuk mendukung implementasi program-program PRB dan CCA di tingkat daerah, mekanisme pendanaan bisa dilakukan di tingkat nasional. Menurut pandangan Presiden SBY, program daerah yang pendanaannya cukup, adalah penting untuk sasaran yang paling rentan.
Demikian paparan enam (6) kiat Presiden SBY dalam mengupayakan PRB sehingga mendapatkan apresiasi dari dunia internasional berupa Global Champion untuk Pengurangan Risiko Bencana. Penghargaan tersebut sangat bergengsi karena hanya diberikan kepada satu kepala negara di dunia dan hanya sekali saja. Artinya bukan suatu penghargaan tahunan atau berkala. Pada skala global saat ini dikenal dua (2) tokoh yang terkait dengan isu lingkungan yaitu Al Gore sebagai tokoh perubahan iklim global dan SBY sebagai tokoh dunia bidang pengurangan risiko bencana. 

Sumber :Djuni Pristiyanto

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment